Dalam sebuah perjuangan, kita harus tahu siapa kawan dan siapa
lawan. Musuh kita adalah kapitalisme. Tetapi apakah kapitalisme
itu?
Jawabannya mungkin tampak sederhana. Kapitalisme bukankah sebuah
sistem dimana sejumlah individu yang kaya memiliki pabrik-prabrik
dan perusahaan lainnya? Bukankah para kapitalis ini bersaing pada
sebuah pasar bebas, tanpa perencanaan yang terpusat, dengan hasil
bahwa sistem perekonomian sering jadi kacau dan acapkali mengalami
krisis?
Jawaban untuk menghindari keadaan seperti itu juga tampaknya jelas,
ialah menyita industri dari para individu itu (nasionalisasi),
dan membiarkan negara untuk merencanakan ekonominya.
Menurut kebanyakan orang yang berhaluan kiri, hal-hal diatas dianggap
merupakan inti dari ajaran Marxisme. Tetapi dewasa ini permasalahan-permasalahan
diatas tidak dapat dilihat sesederhana itu. Pada satu sisi, banyak
perusahaan di bawah sistim kapitalis dewasa ini tidak lagi dikontrol
oleh para individu. Secara formal perusahaan-perusahaan itu dimiliki
oleh para pemegang saham, tapi kenyataannya perusahaan-perusahaan
raksasa seperti General Motors dijalankan oleh para pejabat perusahaan.
Sedangkan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya adalah perusahaan
negara seperti BUMN di Indonesia. Namun kaum buruh juga dieksploitasi
dalam perusahaan tersebut.
Di sisi yang lain, masyarakat yang telah meninggalkan kepemilikan
swasta dan memilih rencana-rencana ekonomi yang terpusat tidak
tampak menarik lagi saat ini. Negara-negara seperti di bekas Uni
Soviet telah menteror kelas buruhnya, sedangkan para birokrat
yang mengelola pabrik-pabrik. Dan pada akhirnya masyarakat itu
juga mengalami krisis ekonomi dan politik.
Saat ini Cina mencoba mengambil alih beberapa aspek pasar bebas
ke dalam kebijakan ekonomi mereka, karena takut tidak mampu untuk
tetap bersaing dengan negara-negara kapitalis barat.
Jadi keseluruhan arti kapitalisme dan sosialisme, dan perbedaan-perbedaan
diantara kedua sistem itu, perlu dikaji ulang untuk disesuaikan
dengan perkembangan ekonomi dewasa ini.
Disini, ide-ide Karl Marx sangatlah penting. Dia sama sekali tidak
menganggap kepemilikan alat-alat produksi oleh individu swasta
merupakan masalah utama kapitalisme. Yang ia tolak adalah sebuah
situasi dimana alat produksi dikontrol oleh minoritas -- dalam
berbagai bentuk -- untuk mengeksploitasi mayoritas.
Eksploitasi semacam ini mengambil bentuk dalam hubungan sosial
di tempat kerja. Yakni para pekerja yang tidak memiliki perangkat
produksi, dan tidak memiliki komoditi untuk dijual sehingga mereka
harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage labour system).
Ini berarti mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya.
Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini, tidak ada kemungkinan
untuk merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas.
Justru sebaliknya, setiap kapitalis akan didorong oleh kompetisi
untuk membangun usaha dengan mengorbankan orang lain. Seperti
yang dikatakan Marx, 'Akumulasi! Akumulasi! itu adalah nabi-nabi
baginya'. Ini berarti yang kuat memakan yang lemah, dan sistemnya
akan turun secara drastis sampai mengalami krisis ekonomi.
Marx, menyebut kondisi seperti ini keterasingan (atau alienasi)
pekerja, dan salah satu slogannya yang sangat terkenal adalah
'penghapusan sistem wage labour".
Di dunia moderen, modal memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di
mancanegara terjadi swastanisasi perusahaan-perusahan milik negara.
Negara-negara lain seperti Swedia atau Italia masih memiliki sektor
negara yang besar, sedangkan di Cina dan Kuba perencanaan ekonominya
masih dilakukan secara terpusat.
Tetapi di semua negara itu analisa fundamental Marx masih sangat
relevan. Alat-alat produksi masih dikontrol oleh minoritas --
meskipun komposisinya sangat bermacam-macam dari para pengusaha
individu melalui sektor swasta dan birokrat yang bekerja di sektor
publik.
Para pekerja menjual tenaga mereka untuk mendapatkan gaji, dan
tidak memiliki kontrol terhadap proses produksi atau barang-barang
yang mereka hasilkan.
Produksi dilaksanakan dengan jalan kompetisi, baik dalam skop
kecil, persaingan antar perusahaan maupun dalam skop besar atau
nasional, antar negara, yang dipimpin oleh aparatus negara.
Kompetisi antar negara juga memiliki bentuk yang lain yaitu kompetisi
militer. Bekas negara Uni Soviet selalu mendorong ekonominya berjalan
secara efisien, karena harus bersaing dengan Amerika Serikat dalam
hal persenjataan. Kaum buruh di Uni Soviet dihisap oleh birokrasi
yang tengah berkuasa guna kompetisi militer tersebut. Kami menyebut
bentuk ekonomi yang dijalankan oleh rezim Soviet itu "Kapitalisme
Negara".
Apapun bentuk kompetisi itu, hasilnya selalu sama: "Akumulasi!
Akumulasi! itulah nabi-nabinya!" Sedangkan para pekerja adalah
korbannya. Jadi apa yang perlu dilakukan? Jawabannya ada pada
sistem sosialis yang sejati, yang berarti pekerja sendiri yang
harus mengontrol proses produksi, dan memproduksi untuk kebutuhan
manusia, bukan untuk kebutuhan kompetisi.
Kontrol pekerja terhadap produksi -- yang berkaitan erat dengan
kontrol mereka secara demokratis terhadap negara -- dapat diterapkan
di sebuah negara secara sementara. Namun seperti yang kita lihat,
tekanan kompetisi berlangsung secara internasional. Maka untuk
jangka panjang, sosialisme mesti diciptakan di tingkat internasional.
0 komentar:
Posting Komentar